Rabu, 20 November 2013

Sepatu, makin lama makin nyaman dipakai

Sepatu seperti apakah yang kau senangi? Seperti cewek pada umumnya, apalagi jika telah dewasa, ada beberapa sepatu yang wajib dimiliki: sepatu untuk bekerja (tertutup, sopan, hak sedang), sepatu jalan-jalan, sepatu pesta (berhak tinggi dengan berbagai macam model), sepatu olahraga, sandal jalan-jalan, sandal (selop) untuk berpakaian nasional dsb nya…cukup banyak ya. Inipun minimal…paling tidak untuk setiap acara minimal punya satu. Jika mahasiswa paling tidak hanya perlu punya dua sepatu wajib, plus sandal jalan-jalan. Postingan ini diilhami oleh tulisannya Arman, tentang sepatu apakah yang kita senangi. Banyak sedikitnya sepatu yang dipunyai seseorang, menunjukkan bagaimana gaya hidup orang tersebut.
Seperti apakah sepatu yang saya miliki? Zaman masih sekolah dan mahasiswa, kepemilikan sepatu sangat terbatas, maklum jenis kondangan paling-paling hanya diundang makan-makan oleh teman, saya juga termasuk yang jarang berpakaian nasional lengkap dengan pakai sanggul.  Saat mahasiswa, saya punya sepatu untuk harian,  juga sandal serta sepatu sport. Sepatu dan sandal yang walaupun namanya untuk kegiatan sehari-hari berhak cukup tinggi, antara 5-7 cm, entah saat itu rasanya tak ada masalah dengan kaki.  Setelah bekerja, kemudian menikah, saya punya tambahan koleksi sepatu untuk kondangan dan pakaian resmi. Pernah saya membeli berbagai warna sepatu agar sesuai dengan gaun yang dipakai, kenyataannya, yang namanya sepatu warna merah, pink, biru, jarang sekali dipakai…ujung-ujungnya koleksi sepatu yang sering saya pakai hanya yang berwarna hitam, coklat dan cream. Dan semuanya berhak tinggi…rasanya jika berjalan dengan sepatu hak tinggi terasa lebih anggun…..hahahaha…benarkah ada hubungan tentang berjalan anggun dengan sepatu tinggi?
Sampai suatu ketika….
Di perusahaan tempatku bekerja, untuk mencapi level tertentu harus mengikuti pendidikan, dan sebelum pendidikan in class dimulai, maka peserta wajib mengikuti outbound. Bayangkan, bagi saya yang tak pernah melakukan kegiatan panjat memanjat dan olah raga berbahaya harus mengikuti acara outbound ini. Sebelum outbound, saya diperlihatkan foto-foto senior yang sedang memanjat tali, yang menghubungkan dua pohon,  kegiatan menaiki tebing, serta membuat perahu dari beberapa tong kosong disambung tali menali….duhh…langsung hati ini terasa keciiil sekali…. Namun, apapun harus dilalui. Ternyata saya bisa melalui semua, namun dalam suatu acara hiking, saya sempat terperosok, dan tak berakibat apa-apa. Selesai outbound, ada istirahat sehari sebelum pelatihan di kelas, saya menyempatkan diri untuk pijat. Si mbok pijat berkomentar..”Ibu niki nopo kemawon to, kok  babak belur kados ngeten?” (Ibu ini ngapain aja, kok badannya babak belur begini). Setelah dipijat, saya menganggap, segala memar, keseleo, sudah beres.
Dua tahun kemudian…
Saya seringkali merasa pusing, dan kaki terasa kebas….kadang sakit sekali untuk melangkah. Awalnya saya pikir asam urat (sok tahu), seperti yang dikeluhkan teman-teman, telapak kaki terasa bengkak dan sakit. Saya mendatangi dokter perusahaan, oleh dokter saya hanya diberi pengantar untuk ke dokter ahli tulang di RS Siaga, Jakarta Selatan. Waduhh…sakit apa ini. Oleh dokter saya disuruh periksa darah lengkap,  air seni, dan juga air ludah…saya sempat kawatir. Syukurlah yang dikawatirkan dokter tidak terjadi. Kemudian saya diminta agar setiap kali jalan, berhenti dulu untuk olah raga dengan menggerak-gerakkan telapak kaki jika terasa sakit, serta dianjurkan mengganti semua sepatu dengan hak rendah dan ber alas  empuk. Kata dokter, saat keseleo,  kemudian muncul serabut-serabut (entah apa nama nya)…..sehingga membuat sakit. Saya harus mengikuti beberapa kali terapi…kaki saya dipijit, kemudian dibungkus kain..dicelupkan pada cairan seperti lilin yang panas….begitu dilakukan sampai beberapa kali.  Setelah terapi sebulan saya menganggap sudah bisa mengelola urusan kaki ini, dan mengganti sepatu dengan hak yang flat. Beberapa teman berkomentar, apalagi saat itu di kantor bagi perempuan belum diperbolehkan mengenakan celana panjang, jadi memang rasanya aneh pakai rok, blazer dan sepatu berhak datar. Bagi saya yang penting kepala tak nyut-nyut an, walau setiap kali berjalan jauh, saya memerlukan waktu sebentar untuk menggerak-gerakkan telapak  kaki, memutar-mutar nya….kemudian baru berjalan lagi.
Sepatu yang nyaman dipakai, udah berapa tahun ya
Sandal, yang setia menemani jalan-jalan
Masalah lain muncul, mencari sepatu hak datar yang terlihat pantas untuk sepatu kerja tak mudah, apalagi untuk sepatu yang alasnya terasa empuk. Jika ada yang bagus, alasnya cukup keras, dan ini membuatku sering terkena sakit kepala. Sepatu yang paling nyaman adalah sepatu merk scholl, namun ukurannya jarang pas dengan kakiku, sehingga sering ditambah dengan alas lain agar pas…menjadi tak nyaman karena alasnya suka hilang atau lepas. Apalagi mencari sepatu tertutup merk Scholl sekarang makin sulit, jadi akhirnya saya mencoba merk lain, dan untungnya kegiatan saya sekarang tak  banyak melakukan kegiatan lapangan saat seperti masih aktif dulu. Kesulitan mencari sepatu beralas kaki empuk (yang umumnya buatan LN) yang pas ini, membuatku malas untuk berbelaja sepatu…akhirnya semakin lama sepatu, terasa semakin menyatu dengan kakiku. Dan ini menimbulkan pertanyaan, atau mungkin rasan-rasan ya, oleh stafku saat saya masih aktif bekerja.
Bu, mohon maaf, ibu kelihatannya senang dengan sepatu ini ya?” tanya seorang staf perempuan.
Iya, memang. Kenapa?” jawab saya
Soalnya ibu sering banget pakai sepatu ini, jadi pasti ibu suka sekali, karena saya yakin ibu tak masalah jika ingin beli sepatu baru,” katanya dengan wajah merona.
Waduhh …gawat nih. Saya akhirnya cerita masalah kakiku…akibatnya jika ada obralan sepatu yang dianggap cocok buatku, di suatu Mal terkenal, sekretaris dan stafku antusias menyeretku pergi sebentar saat istirahat untuk melihat-lihat. Hehehe…rupanya mereka malu ya, punya bos kurang rapih atau dianggap tak bisa membawakan diri. Padahal pakai sepatu lama itu nikmat banget, tapi selama kita masih dalam kondisi bekerja harus juga memenuhi persyaratan yang dianggap sesuai di mata masyarakat.
Saya baru menyadari, bahwa sejak tak aktif bekerja, saya belum beli sepatu baru..duhh jangan-jangan sepatuku juga sudah tak memadai ya untuk dilihat orang…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar